Apa Yang Harus Dilakukan Saat Buku Dibajak?


Apa yang Harus Dilakukan saat Buku Dibajak? – Apabila Anda seorang penulis buku, atau artikel. Ketika buku dibajak, apa yang hendak Anda lakukan? Mungkin saja sama seperti saya, murka semarah-marahnya. Kecewa dengan pihak yang melaksanakan cara tidak bermoral seperti itu. 





Tentu saja saat buku dibajak nyaris siapa pun akan mengeluarkan emosi negatif. Saya menyebutnya emosi negatif, alasannya bentuk emosi negatif itu ada banyak sekali macam bentuk.





Ada yang bentuknya hanya murka dan ngedumel sendiri. Ada juga yang mengeluarkan emosi negatif mereka hingga mengeluarkan tindakan melaporkan ke pihak keamanan ataupun semacamnya. 





Meskipun demikian, ada juga loh yang tidak marah sekali ketika buku dibajak. Tentu saja ada banyak alasan dan perspektif kenapa mereka tidak marah, justru acuh taacuh dan adem ayem. Padahal aneka macam kerugian yang diterima. Berkat pembajakan, akibatnya tidak menerima royalti secara pantas, alasannya adalah mentalitas orang Indonesia memang suka sesuatu yang gratisan. 





Mungkin 10 tahun yang kemudian saat buku dibajak, bentuk bajakan bukunya pun masih berbentuk foto hardcopy, yang peredarannya pun juga melalui took buku. Sekarang bentuk pembajakan buku lebih massif dan lebih tersamar. Tidak tanggung-tanggung, kini telah dapat di ebook. Penyebaran buku-buku bacakan pun juga sungguh gampang  banget. Bisa melalui situs web abal-abal hingga via WA. Nah loh.





Dampak Negatif Buku Dibajak Bagi Penulis & Penerbit





Dari perspektif si penikmat atau pembaca buku bajakan sih asyik-asyik saja.  Namanya juga tidak mengeluarkan uang, cukup bermodal smartphone, bisa dibaca secara gratis. Tetapi dari perspektif dari penulis dan penerbit tentu saja tidak baik-baik saja. Merekalah yang merasa tidak diuntungkan ketika buku dibajak. 





Sebagai sesame penulis, tentu saja yang hendak saya rasakan mirip perjuangan merangkai kalimat, eksperimen, observasi atau kajian literatur yang telah aku lakukan seolah sia-sia. Pikiran, biaya dan tenaga yang dikerahkan seolah tidak ada harganya saat buku dibajak. begitupun bagi penerbit. Untuk mencetak buku, biaya yang digelontorkan penerbit tidak hanya 100 ribu saja loh. Tetapi puluhan juta yang mereka keluarkan. 





Setiap kali mencetak buku, penerbit memiliki tanggung-jawab menghidupi karyawan yang bekerja. Tidak tanggung-tanggung, karyawan yang dikerahkan pun tidak cuma satu atau dua saja.





Ada staf redaksi, editor dan bab agen dan masih banyak sekali hubungan yang bergantung dari hasil pemasaran buku. Itu sebabnya saat buku dibajak, banyak pihak yang nge-gas dan nangis darah. 





Memang bagi penikmat tidak sampai berpikiran ke hal-hal itu. Mereka masih sebatas berpikiran membaca buku secara gratis. Padahal saat buku dibajak dan kita ikut menikmati buku atau ebook yang dibajak, kita sama saja menyumbang memutus rejeki atau hak karyawan di dunia penerbitan dan penulis itu sendiri. 





Dampak Negatif Buku Dibajak





Ingat, ketika buku dibajak dari sisi kualitas ada perbedaannya loh.  Jika yang dibajak yaitu buku yang berbentuk hardcopy sungguh kelihatan kualitasnya. Biasanya kualitas buku lebih buruk ketimbang mutu buku orisinil. Missal dari segi pengeleman buku tidak kuat, dari sisi sampul kurang tajam atau sedikit kabur.





Nah, yang menjadi dangkal dikala buku dibajak dalam bentuk ebook nih. Karena hampir tidak ada perbedaan yang terlihat secara kasat mata. Misalnya darii sampul buku atau dari perekat lemnya pun tidak mampu dinilai. Itu sebabnya pembajakan via ebook yang paling memprihatinkan.





Dalam hal ini bahu-membahu yang perlu diberi tindakan tegas ialah pengedar dan si pembajak. Sayangnya di Indonesia, peraturan apapun terkait pembajakan tidak mempan bagi pembajak. 





Salah satu jalan utama supaya pembajakan buka menyusut ialah menunjukkan edukasi terhadap user atau penikmat buku. Harapannya agar timbul kesadaran internal dari mereka. Bagaimanapun juga, kunci khususnya ada di penikmat.





Jika penikmat tahu bahwa itu salah dan sadar bahwa membaca buku bajakan akan menghipnotis sirkulasi pemasukan dan perekonomian penulis, penerbit dan dunia literasi, setidaknya mereka tahu tidak akan mendownload atau membeli buku-buku bajakan yang disediakan oleh si pembajak. 





Apa yang Harus Dilakukan dikala Buku Dibajak? Ini Cara Efektifnya





Tentu saja bertambah banyak penduduk yang sadar akan hal itu. Si pembajak buku tidak ada pilihan lain selain mencari peruntungan lain mendapatkan rejeki diluar membajak buku.





Saya kira pun para pembajak hingga dikala ini tetap eksis mengambil peruntungan curang ini alasannya pangsa pasar konsumennya pun juga masih banyak. 





Atau mampu juga ada peraturan gres yang berani menunjukkan hukuman yang lebih berat. Ah, tidak perlu sanksi yang lebih berat. Cukup pihak-pihak yang bertanggung jawab akan hal itu menindak tegas. Karena selama ini mereka tetap berseliweran, karena ketika buku dibajak tidak ada langkah-langkah tegas yang memberikan efek jera terhadap mereka. 





Setidaknya saat buku dibajak sukses ditindak tegas, tidak ada lagi penulis mengalami kesusahan keuangan. Tidak banyak penerbit buku yang kesudahannya melarat sebab keuntungan tidak mampu menyanggupi keperluan hidup mereka.





Berikut adalah beberapa tindakan yang mampu dikerjakan oleh penulis ketika bukunya dibajak :





  • Hubungi pribadi yang bajak + yang jual, beri pengertian bahwa tindakannya melanggar hukum.
  • Laporkan ke pihak berwajib.
  • Beri pemahaman kepada pengikut Anda bahwa buku yang dijual di toko sana ialah bajakan.
  • Daftar HAKI




Saya rasa memakai HAKI merupakan salah satu cara guna mencegah pembajakan buku yang lebih masif, mengingat HAKI memiliki kekuatan hukum yang cukup berpengaruh. Selengkapnya wacana HAKI mampu kunjungi : Hak Atas Kekayaan Intelektual.





Penerbit Deepublish juga menerima Jasa Pengurusan Haki yang cukup terjangkau. Info selengkapnya bisa datangi : Jasa Haki





Dilema Ya? Ilmu memang wajib disebarkan, tapi dengan cara yang benar





Dunia perbukuan sangat akrab sekali akan literasi. Dimana kesadaran literasi yang tinggi ini pulalah yang mau mencerdaskan penduduk membentuk perspektif gres. 





Tentu saja makin masyarakat memiliki perspektif yang pandai, semakin banyak masyarakat yang hidup berdikari tanpa menggantungkan siapapun. Justru menjadi keinginan bangsa yang bisa bersaing secara mampu berdiri diatas kaki sendiri di tingkat nasional sampai internasional. Tentu saja lewat berbagai sector, tidak hanya lewat sector pendidikan, literasi saja. Tetapi juga sektor jual beli, ekonomi, import ekspor hingga politik. 





Sebenarnya dari kesadaran diri yang kecil saja, bisa mengganti banyak dan besar. Ketika buku dibajak satu, bertambah banyak masyarakat yang mempunyai kesadaran diri bahwa membeli buku bajakan bukan suatu pilihan. Semoga dengan ulasan ini, mampu menjamah kita lebih peka dan memahami pengaruh yang mau ditimbulkan.





Kontributor : Irukawa Elisa



Sumber mesti di isi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama