Mikaylabinar.com– Bagaimana biar bisa mengukur risiko kegagalan dan premi risiko saham? Terdapat beberapa cara untuk mengukur risiko kegagalan perusahaan diantaranya melalui versi mengukur risiko kegagalan perusahaan (default risk)
Risiko kegagalan
Investor membeli saham dengan impian akan menemukan hasil yang lebih tinggi daripada modal investasi yang dia keluarkan.
Namun kadang kala, investor menghadapi sebuah kenyataan dimana hasil yang diterima tidak sesuai dengan hasil yang diperlukan
Perbedaan antara hasil yang diharapkan dengan hasil realita tersebut ialah sumber risiko dimana perbedaan antara keinginan dan realita bersumber pada adanya sebuah ketidakpastian (uncertainty)
Sikap penanam modal kepada risiko berbeda-beda antara satu dan yang lain. Ada penanam modal yang berani mengambil risiko (risk seeker), ada pula yang tidak menggemari risiko (risk averse) dan juga ada investor yang tidak peduli pada risiko (risk indifferent)
Secara umum tipe risiko dapat dikelompokkan kedalam dua kategori ialah risiko yang mampu di diversifikasi (unsystematic risk) dan risiko yang tidak mampu di diversifikasi (systematic risk).
Unsystematic risk lazimnya berkaitan dengan risiko spesifik perusahaan, sedangkan systematic risk berkaitan dengan risiko yang dihadapi oleh semua perusahaan (marketwide)
Baca juga : Kriteria saham yang layak untuk dibeli
Risiko sistematis akan menunjukkan imbas pada semua perusahaan, sedangkan risiko non sistematis hanya terjadi pada lingkup kecil perusahaan tertentu.
Kedua risiko ini akan memiliki efek pada risiko kegagalan operasional sebuah perusahaan
Sebagai teladan bila investor meminjamkan dananya kepada perusahaan atau membeli obligasi yang perusahaan keluarkan maka peminjam dalam hal ini perusahaan bisa saja mengalami gagal bayar bunga dan pokok tunjangan.
Semakin tinggi dari risiko peminjam maka tingkat suku bunga sumbangan yang mau dikenakan padanya akan semakin tinggi
Faktor Risiko Kegagalan
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi risiko kegagalan suatu perusahaan, yaitu:
- kesanggupan perusahaan untuk menghasilkan arus kas dari kegiatan operasi
- kewajiban keuangan dalam bentuk bunga dan angsuran pokok pertolongan
perusahaan yang menciptakan arus kas yang lebih tinggi ketimbang kewajiban keuangannya mempunyai tingkat risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang arus kasnya lebih kecil daripada kewajiban keuangannya
Cara lain, selain memakai Model Mengukur Risiko Kegagalan Perusahaan yang biasa digunakan yaitu dengan cara melihat peringkat utangnya (bond rating).
Terdapat beberapa forum pemeringkat yang sering menjadi rujukan ialah Standard & Poor’s, Fitchs, dan Moody’s
sedangkan di Indonesia, lembaga pemeringkat yang sering menjadi referensi untuk menyaksikan risiko perusahaan di Indonesia yaitu Pefindo (Pemeringkat Efek Indonesia).
Semakin tinggi peringkat yang diperoleh oleh sebuah perusahaan maka kian rendah risiko kegagalannya sehingga tingkat suku bunga yang dikenakan juga akan lebih rendah
Model Altman Z-Scores
selain menggunakan peringkat utang, maka cara lain untuk memprediksi risiko kegagalan adalah dengan memakai versi Altman Z-Scores, sebagai berikut:
Z=1,2. WC/TA + 1,4. RE/TA + 3,3. EBIT/TA + 0,6. MVE/BVD + S/TA
Keterangan:
WC = Working capital
TA = Total Aset
RE = Laba ditahan
EBIT = Pendapatan belum bunga dan pajak
MVE = Nilai pasar ekuitas
BVD = Nilai buku utang
S = Penjualan
Criteria dari Z-scores tersebut adalah sebagai berikut:
Nilai Z < 1,81 = termasuk dalam klasifikasi kebangkrutan/kegagalan
1,81 < Z < 2,99 = diprediksi akan mengalami kebangkrutan
Nilai Z > 2,99 = tidak tergolong klasifikasi bangkrut/gagal.
Sumber mesti di isi