Sayangnya, minat dan kesadaran menulis buku teks masih rendah. Banyak orang dari kalangan akademik enggan atau tidak percaya diri untuk menulis buku teks hasil karya mereka sendiri. Selain itu, terdapat setidaknya tiga asumsi yang kemudian menjadi hambatan, di antaranya:
Mengasah Teknik Menulis Karena Terpaksa
Masih banyak para akademisi yang menulis buku teks dengan terpaksa. Mereka cenderung tergiur dengan motivasi bahan, baik berupa angka kredit, rupiah, atau kado. Tanpa itu semua, produktivitas menulis buku teks masih tetap rendah. Tidak adanya imbalan atau hadiah kasatmata menimbulkan penulis buku teks kurang termotivasi. Padahal menulis buku teks tanpa imbalan atau hadiah jauh lebih bernilai mulia dan akan mendatangkan lebih banyak manfaat.
Baca juga : 5 genre fiksi yang wajib Anda pahami!
Ketakutan Saat Teknik Menulis
Para akademisi juga masih dibayang-bayangi ketakutan untuk menulis buku. Mereka kebanyakan takut karyanya tidak laku, tidak anggun, tidak terkenal, dan sebagainya. Ketakutan ini kemudian menghentikan diri mereka untuk lebih produktif dalam menulis buku.
Teknik Menulis yaitu seni dan talenta
Banyak orang berpendapat bahwa menulis sejatinya pekerjaan orang-orang yang sudah memiliki bakat sejak kecil. Oleh alasannya itu, mereka yang tidak memiliki tersebut tidak butuhmelakukannya. Mereka yang merasa tidak memiliki talenta menulis cenderung pasif dan menyerahkan semua pekerjaan menulis kepada para penulis yang sudah profesional. Padahal, tidak ada penulis profesional yang tiba-datang telah memiliki kesanggupan menulis luar biasa. Para penulis profesional sekalipun, dahulunya ialah orang yang tidak bisa menulis. Kemudian dia berusaha mengembangkan kemampuannya dan terus berlatih sehingga bisa menghasilkan karya-karya yang baik.
Hambatan-hambatan tersebut mampu dihindari atau bahkan disingkirkan saat seorang akademisi memiliki kesadaran untuk menulis buku teks. Kesadaran ini akan menjadi modal utama untuk memajukan penulisan buku teks di dunia pendidikan tinggi. Setelah menumbuhkan kesadaran dalam diri, kita dapat mulai belajar untuk memajukan kemampuan menulis. Bukan mustahil menjadi seorang penulis profesional saat kita mau berusaha dengan giat dan konsisten.
Keterampilan menulis masih dapat dipelajari. Bukan tidak mungkin jikalau orang-orang yang tidak mempunyai bakat menulis sedari lahir terus mencar ilmu sampai menjadi penulis profesional. Belajar menulis hingga mencapai level expert dapat diwujudkan setelah melalui serangkaian proses. Perlu keuletan, keteguhan, ketelatenan, dan kedisiplinan untuk menimbulkan orang tanpa bakat menulis menjadi seorang penulis profesional.
Simak pula : manfaat mengEndorse buku Anda secara manual!
Abdul Hadi WM (2002) mengemukakan bahwa keterampilan menulis intinya ialah 5% bakat, 5% keberuntungan, dan sisanya yaitu keseriusan usaha kita. Sebanyak 90% yakni besarnya keseriusan kita untuk bersusah payah. Di samping itu, ada pula Wilson Nadeak (1989:26), yang menyatakan bahwa kemahiran menulis hanyalah muncul bagi mereka yang membiasakan diri untuk menulis. Dari kedua pendapat tersebut pastinya kita mampu mencermati bahwa kemampuan menulis akan muncul saat kita sungguh-sungguh mau berusaha untuk meningkatkannya. Berbakat atau tidak berbakat bukanlah masalah yang seharusnya menghalangi seseorang untuk mulai menulis.
Selain kesadaran diri dan upaya keras, perlu kita tanamkan bahwa menulis sejatinya mempunyai tujuan yang mulia. Penulis akan berperan selaku biro yang mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan acuan pikir penduduk . Selanjutnya, penulis juga akan mempunyai peran strategis selaku pendidik, pengontrol, pembaharu, dan penyebar ilmu wawasan.
Penulis yang merupakan seorang intelektual akan memaparkan fenomena kehidupan di sekitarnya dalam bentuk tulisan sesudah lewat proses berpikir, mengecek, menyikapi, dan mencari penyelesaian. Tidak cuma menjadi seorang intelektual, penulis secara tidak pribadi akan mendidik para pembacanya untuk mencermati wangsit, teori, dan nilai dalam tulisannya. Karyanya akan berfaedah, bahkan ketika beliau sudah tidak lagi hidup. Belum lagi penulis akan memperlihatkan dirinya selaku sosok manusia yang peka dan kritis kepada fenomena dan kemajuan aneka macam aspek kehidupan. Ia juga dapat memakai nurani dan nalurinya untuk berkreasi dan mengendalikan fenomena dan pertumbuhan aspek kehidupan tersebut. Mereka akan mengatakan melalui tulisannya dan memperlihatkan evaluasi secara objektif. Karya berupa goresan pena yang berisi hasil pemikirannya itu akan mampu dipakai selaku media kontrol kepada berbagai hal yang terjadi dalam kehidupan. Penulis juga nantinya akan mencicipi sendiri hasil kerjanya yang bernilai hebat saat dia bisa menulis buku teks. Ia akan mendokumentasikan, membuatkan inspirasi, hasil pengalaman dan penelitiannya.
Dengan menyaksikan beberapa penyelesaian di atas, tentunya tidak perlu ada lagi argumentasi atau fikiran yang mampu dijadikan selaku kendala dalam menulis. Lagipula ada aneka macam manfaat yang nilainya lebih bermakna daripada imbalan dan kado yang diterima dikala kita mau menulis buku teks dengan kesadaran sendiri. Jika para akademisi punya kesadaran dan kemauan untuk mengadaptasi penyelesaian-penyelesaian tersebut, pastinya akan lebih banyak buku teks yang beredar dan turut berperan dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Buku-buku teks akan lebih banyak dihasilkan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan menulis mumpuni, pekerja keras, dan punya kesadaran akan pentingnya kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya di lingkungan perguruan tinggi.
Referensi:
- Lasa HS, “Penulisan Buku Teks Perguruan Tinggi”, dipresentasikan pada Workshop Strategi dan Teknik Penulisan Buku Teks Perguruan Tinggi, Surakarta, 2006.
[Wiwik Fitri Wulandari][/mag]
Sumber mesti di isi